Analisis Tenaga Kerja Wanita dalam Sosial Ekonomi

ANALISIS PERAN TENAGA KERJA WANITA DALAM AKTIFITAS SOSIAL EKONOMI

ABSTRAK
Jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan saat ini sudah tercatat melebihi pria. Namun, keterlibatannya mareka dalam kegiatan ekonomi masih dipandang lebih rendah dibandingkan peran laki – laki. Padahal dari segala aspek untuk membangun dan meningkatkan ekonomi di Indonesia tidak bisa terlepas dari peranan perempuan.
Walaupun perempuan mempunyai peran untuk menjadi ibu rumah tangga, namun kita harus mengakui kegigihan perempuan dalam berjuang mengemban dua tanggung jawab dari menjadi ibu rumah tangga dan juga bekerja mencari penghasilan. Namun, sangat disayangkan dewasa ini alasan ibu rumah tangga seringkali dijadikan alasan untuk membatasi gerak perempuan.
Dalam penjelasan ini kita akan kembali membangun semangat dan memberikan hak – hak perempuan dalam berekonomi tanpa membatas – batasi, dengan melihat fakta kedepan yang sejarah masa lalu.

PENDAHULUAN
Dunia ini di huni oleh berbagai makhluk dari manusia, hewan, tumbuhan dan barang lainnya yang punya posisi – posisi dan cara sendiri untuk bertahan hidup. Maka dari hal itu terciptalah aturan – aturan bagi semuanya untuk senantiasa menjaga kelestarian alam ini, sehingga semuanya dapat merasa tenang.
Namun dari berbagai macam penghuni yang ada di muka bumi ini, hanya Manusialah yang mempunyai tanggung jawab penuh untuk menjaga kelangsungan hidup segala yang ada di bumi dan menjaga kelestarian alam ini. Manusia dikaruniai akal oleh sang pencipta, sehingga selain memenuhi kebutuhannya juga mempunyai tanggung jawab untuk mensejahterakan segala yang ada disekitarnya, dan inilah yang membedakan manusia dengan makhluk – makhluk yang lain.
Dalam proses kelangsungan hidup manusia, akal adalah sebab adanya proses yang beragam yang masing – masing dari keragaman itu mempunyai aturan – aturan tersendiri. Dalam tahap yang signifikan secara umum manusia mempunyai kewajiban melangsungkan kehidupan sendiri ketika dia sudah berkeluarga, dimana yang sebelumnya masih bergantung pada orang tua sekarang sudah terlepas walaupun kadar lepas tanggung jawab orang tua juga beragam tergantung budaya di daerah masing – masing, namun setidaknya hal ini adalah merupakan proses yang nyata yang menuntuk kita semua untuk berpikir dewasa dan mandiri walaupun proses pendewasaan sudah sering diajarkan sebelumnya.
Dari sebuah proses ini timbullah berbagai macam teori yang menjadi landasan gerak manusia dalam memenuhi kebutuhannya, yang dalam hubungan ekonomi sosial seringkali dibahas tentang perbedaan jenis anbtara Laki – Laki dan Perempuan.
Akhir – akhir ini seringkali banyak pembahasan yang mengusung tema tentang perbedaan jenis kelamin (gender), terkhusus lagi dalam hal prospek dan kinerjanya dalam ekonomi dan sosial. Dulu perempuan hanya menjadi budak atau sekedar mengurusi permasalahan rumah tangga seperti memasak, bersih – bersih, mendidik anak, dan lain – lainnya, namun sekarang tak jarang kita jumpai di pasar, pabrik atau perkantoran bahkan di ladang dan perkebunan yang pekerjanya juga terdiri dari perempuan.
Dari kenyataan sosial diatas jika dirangkum kebanyakan yang melatar belakangi adalah masalah kebutuhan rumah tangga atau secara umumnya terkait tentang ekonomi, walau tak semuanya seperti itu. Namun ini perlu kita kaji ulang terkait dampak – dampak dan segala  kemungkinan yang akan terjadi dalam kelangsungan  ekonomi dan sosialnya. Karena tidak jarang yang mengemukakan pendapat terkait kasus yang telah disebutkan walaupun banyak sekali perbedaan.
Perempuan mempunyai posisi pening dalam kehidupan baik dalam ranah ekonomi maupun sosial. Eksistensi perempuan tidak hanya berdampak pada dirinya dan keluarganya, tapi juga sangat berpengaruh terhadap masyarakat, bangsa dan negara, bahkan kemajuan dan kehancuran bangsa dan negeri ini tergantung pada perempuan. Perempuan yang terdidik dengan baik akan menghasilkan generasi yang baik dan memakmurkan bangsa.
Peranan perempuan dalam konteks berbangsa dan bernegara tidak hanya ter;ihat pada masyarakat perkotaan, tetapi juga pada masyarakat pedesaan, dan bahkan penduduk pedalaman yang notabene berlatar pendidikan rendah dan menganut budaya patriarki.  Namun demikian kurang atau tidak tercukupinya kebutuhan ekonomi sangat memantik setiap perempuan untuk bersikap responsif, yakni berpartisipasi dalam memenuhi basic need. Di sisi lain, sejak kecil para perempuan sudah terbiasa membantu tugas dan pekerjaan orang tua mereka. Dalam dewasa ini, hal  tersebut dikenal sebagai sebutan wanita karir.  Istilah baru yang digunakan untuk menyebut perempuan yang bekerja diluar rumah mencari nafkah, adalah perempuan professional.  Namun demikian masih saja disebut makhluk jenis ketiga. Mereka disebut demikian, Karena dalam keseharian mereka lebih suka berjelajah di lapangan kerja, yang semestinya menjadi tugas laki – laki, daripada tetap pada fitrahnya.
Peran perempuan dalam menopang ekonomi keluarga sangat penting, bahkan ada yang menjadi tulang punggung keluarga. Perjuangan yang mereka alami bukanlah semata takdir Allah SWT. Tak lain karena selama ini pemerintah sendiri tidak pernah memperhatikan hak – hak warganya. Khususnya para perempuan yang berdomisili di pedesaan. Mereka jarang mendapatkan pembinaan serta bantuan dari pemerintah, tak jarang posisi perempuan yang menjadi polemic di tengah masyarakat, ketika mereka harus bekerja untukmempertahankan dapur supaya tetap mengepul. Bekerja serabutan akan di jalani, tidak peduli harus memeras keringat dan membanting tulang, seperti pada sekelas pekerja buruh tani, pedagang sayur, penjahit, pencuci pakaian dan lain – lainnya. Namun saying jasa perempuan dihargai jauh lebih rendah daripada laki – laki, dengan anggapan bahwa kerja laki – laki lebih berat. Dengan seperti itu, posisi laki – laki dianggap sebagai raja dalam rumah tsnggs, masyarakat, organisasi serta tempat mereka bekerja, dan perempuan sebagai batur (pembantu), tetap kukuh dan tak tergoyahkan.
Setting sosio-kultural masyarakat menengah kebawah cenderung bermacam – macam pada beberapa bidang mata pencaharian, misalnya tukang tambal ban, bengkel sepeda, tukang cuci depeda, penjual kerupuk dan lainnya, berpengaruh pada perputaran roda ekonomi komplikasinya, banyak penduduk desa yang hidup dalam keterbatasan. Kedaan ini pada tingkat akumulasi tertentu akan menggerakkan para perempuan untuk tidak hanya duduk manis dan berdiam diri dirumah. Perempuan yang berstatus sebgai istripun berhamburan untuk membantu suami keluar rumah. Hal ini bukan semata – mata kemauan para perempuan dan istri, tapi karena tuntutan asap dapur atau beban hidupnya yang mengharuskan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya. Kompetisi hidup tan tekanan ekonomi global dewasa ini harus membuat para perempuan harus bekerja di segala bidang. Berbagai dibang pekerjaan dilakukakn seperti pembantu rumah tangga, pedagang, buruh, pendidik, dan sebagainya. Terlepas dari latar belakang perempuan tersebut yang terpentingadalah bahwa mereka bekerja karena mereka membutuhkan pekerjaan sebagai pemenuhan kebutuhan pokok hidup mereka sendiri.
Sejalan dengan ini diakui bahwa peranan perempuan dalam lingkungan keluarga atau rumah tangga (domestic sector) dan lingkungan masyarakat (Public sector) merupakan isu sentral yang sering dipermasalahkan dalam konteks pemenuhan kebutuhan dasar keluarga, misalnya keluarga petani dalam masyarakat desa. Pada praktiknya, jika ekonomi keluarga relatif lemah, misalnya pendapatan suami kecil, maka akan terjadi dilemma. Dalam hal ini, kalau suami keberatan atau melarang istri membantu mencari nafka, maka larangan itu akan menjadi kendor.  Larangan ini bisa dimaklumi sebab suami seakan – akan tidak sanggup memberi nafkah istri dan keluargany. Bila istri ingin membantu suami mencari nafkah, konsekuensinya adalah istri tersebut harus bersedia berperan ganda, dalam hal ini seorang istri harus bersedia memikul tugas rumah tangga sebagai seorang istri dan memikul tugas sebagai pekerja atau karyawan.
Perbedaan peran perempuan dalam konsep Islam dan sekuler memang sangat signifikan karena konsep dasar yang saling bertolak belakang.  Peran perempuan dalam konsep sekuler selalu berorientasikan pada apa yang dapat dihasilkan dalam bentuk materi, seperti pendapatan, keterwakilan peempuan dalam parlemen dan lain sebagainya. Sedangkan dalam Islam sangat menghormati perempuan  baik sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat.
Adapun yang terjadi di desa sanan kecamatan turen kabupaten malang, rata – rata semua perempuan ikut berperan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu berperan dwi fungsi, selain mengurus segala keperluan rumah tangga, mendidik anak, melayani suami, mereka juga berperan mencari nafkah membantu suami di sawah atau di ladang pertaniannya, dan yang sedang marak saat ini adalah berdagang di sekitar masjid Tiban.
Perempuan dipedesaan merupakan bagian dari sebuah masyarakat, perempuan merupakan partner  lelaki dalam memakmurkan bumi dan merealisasikan sebuah pemberdayaan. Islam telah menjaga hak – hak sipil perempuan dengan utuh, memelihara kelayakannya dalam menjalankan segala tugasnya, melakukan beragam transaksi seperti jual – beli, gadai, hibah, wasiat dan berbagai transaksi yang lain yang bisa dikerjakan oleh perempuan.

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan dari latar belakang masalah yang dijabarkan di atas maka ada poin pokok yang harus di jawab, antara lain:
1. Perempuan dalam Sosial Ekonomi,
2. Perempuan dan Pembangunan Nasional,
3. Peran Perempuan dalam Mensejahterakan Ekonomi,
4. Peran Perempuan dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

PEMBAHASAN
1. Perempuan dalam Sosial Ekonomi
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa sentuhan dari makhluk dan manusia lainnya. Hal ini menandakan bahwa dalam kehidupan manusia membutuhan bantuan dari manusia dan makhluk lain untuk melangsungkan hidup dengan nyaman, sebagaimana yang sering kita jumpai bersama tak jarang seseorang akan merasa hidupnya tidak nyaman dikarenakan taka da hubungan dengan orang lain, seperti oang tua membutuhkan anak, anak membutuhkan orang tua, memerlukan bantuan tetangga, masyarakat, alam, dan lain – lainnya.
Manusia ada dua jenis yaitu laki – laki dan perempuan, yang kita ketahui pada umumnya antara keduanya mempunyai hubungan sosial dan ekonomi. Seperti dalam sebuah keluarga seorang istri dinafkahi oleh suaminya, dan seami mempunyai tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga.
Di saat sekarang ini banyak anggapan yang memarginalkan peran perempuan. Pernyataan – pernyataan atau sikap – sikap yang merugikan perempuan seakan menjadi alur yang tidak berkesudahan.   Harkat dan martabat perempuan walaupun sudah dihargai tetap menyiksa pandangan -  pandangan negatif yang merendahkan kaum perempuan. Banyaknya kasus pemerkosaan, pelecehan seksual, kekerasan suami terhadap isteri, dan contoh sosial lainnya.
Ada sebuah kesadaran bahwa dalam masyarakat patriarki perempuan seolah – olah bukan bagian dari masyarakat sehingga kehadiran, pengalaman, pikiran, tubuh, dan keterlibatannya kurang diakui. Dikatakan bahwa atasnama objektivitas dan generalisasi, masyarakat patriarki mendefinisikan dan mengatur tata kehidupan yang menindas dan meniadakan perempuan. Kehidupan inilah yang mengakibatkan ketidak setaraan.
Citra negatif inilah yang ditentang oleh para pengarang waita melalui karya – karyanya. Mereka menganggap bahwa perempuan memiliki harkat dan martabat yang sama dengan laki – laki. Secara jenis kelamin memang berbeda, tetapi hak dan kewajiban sebagai makhluk sosial tidak ada bedanya. Kaum perempuan harus diberikan peluang yang sama dengan laki – laki dalam kehidupan sosial. Perempuan tdak harus terpimpin melainkan perempuan juga dapat menjadi pemimpin, perempuan tadak hanya menerim uang, tapi juga bisa mengelola dan mendapakan uang. Hal itu sejalan dengan pendapat  Saptandari (2010:34) bahwa kalau ingin memperbaiki posisi perempuan maka dibutuhkan suatu upaya untuk meningkatkan kekuasaannya untuk tawar – menawar dan untuk mengubah sendiri nasibnya. Artinya perlibatan kaum perempuan tidak saja sebagai objek, tetapi juga sebagai pelaku aktif, sebagai orang yang ikut merumuskan sendiri, apa yang menjad kebutuhan – kebutuhan mereka.
Selama ini pemahaman gerak perempuan hanya sebatas mengurusi rumah tangga dan anak, ironisnya banyak kalangan pemudi bermalas malasan untuk melakukan hal – hal baru dikarenakan pola pandang masa depan yang seperti itu. Padahal jika kita pahami secara luas Islam tak hanya tentang itu dalam memahami perempuan, ada bannyak lagi kebebasan kepada perempuan untuk bergerak melakukan aktifitas – aktifitas dalam segala aspek.
Islam tlah memposisikan perempuan di tempat yang mulia sesuai dengan kodratnya, Dr. Yusuf Qardhawi pernah mengatakan, “Perempuan memegang peranan penting dalam kehidupan keluarga dan masyarakat”. Jadi, mana mungkin keluarga dan masyarakat itu baik jika perempuannya tidak baik”. 
Manusia adalah makhluk hidup yang diantara tabiaatnya adalah berfikir dan bekerja.  Oleh karena itu islam menganjurkan kepada laki – laki dan perempuan untuk bekerja. Pekerjaan merupakan salah satu sarana memperoleh rezeki dan sumber kehidupan yang layak dan dapat pula bahwa bekerja adalah sebuah kewajiban dalam kehidupan.
Secara historis, Islam telah menghilangkan kebiasaan buruk kaum Quraish jahiliyah  yang suka mngubur hidup bayi perempuan karena dianggap sebagai pembawa sial.  Kemudian muncul sosok perempuan hebat seperti Ummul Mukminin Khadijah yang mendukung dakwah rasulullah SAW baik secara material maupun spiritual. Bahkan wafatnya Khatijah dan abu Thalib disebut sebagai “tahun kesedihan” , karena sebelum itu Rasulullah SAW selalu dibantu dan dilindungi oleh dua orang itu.
Siti Khadijah, istri Nabi Muhammad SAW, tumbuh di tengah – tengah keluargayang terpandang dan bergelimangan harta, tidak menjadikan Siti Khadijah sebagai sosok yang sombong. Justru keistimewaan yang ada pada dirinya membuatnya rendah hati. Julukan at-Thahirah tersemat padanya sebagai penghargaanbahwa Siti Khadijah adalah sosok yang mampu menjaga kesucian dirinya.
Tahun 575 Masehi,  ibunda Siti Khadijah meninggal dunia. 10 tahun kemudian, ayahnya meninggal dunia. Menjadi yatim piatu beserta harta warisan yang berlimpah bagi sebagian manusia bisa menjadikan diri terlena dan berfoya – foya. Namun tidak demikian dengan Siti Khadijah. Justru kematian kedua orang tuanya membuatnya tumbuh menjadi wanita mandiri. Siti Khadijah melanjutkan tradisi keluarganya sebagai pedagang. Tangan dingin Siti Khadijah membuat bisnis warisan orang tuanya berkembang pesat.
Maka dari beberapa hal yang sudah dijelaskan diatas yang kaitannya tentang perempuan dalam ranah sosial dan ekonomi, mendapati keterkaitan dan kesimpulan bahwa perempuan dalam bersosial dan berekonomi tetap mempunya hak dan kewajiban yang sama walaupun dewasa ini sering disalah pahamkan pandangan antara laki – laki dan perempuan.
2. Perempuan dan Pembangunan Nasional Indonesia
pembangunan pemberdayaan perempuan telah dilaksanakan lebih dari dua dasawarsa. Hasilnya terlihat adanya peningkatan peran dan kedudukan perempuan di berbagai bidang kehidupan. Namun peningkatan tersebut masih belum sebagaimana diharapkan yaitu terwujudnya keadilan dan kesetaraan antara perempuan dan laki – laki dalam hak dan kesempatan berpartisipasi dan menikmati hasil pembangunan perempuan masih tertinggal di berbagai bidang dibandingkan dengan laki – laki.
Kebijakan publik sering diformulasikan dengan mengansumsi peran perempuan hanya sebagai ibu rumah tangga, sehingga mengurangi hak dan kesempatan perempuan dan akhirnya mengukuhkan bentuk – bentuk ketidak setaraan dan ketidak adilan gender disegala bidang pembangunan.   Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan Gender, harus dilakukan pembaerdayaan perempuan guna peningkatan peran perempuan dalam proses pengambilan keputusan di semua tahapan pembangunan serta penguatan kelembagaan instansi pemerintah untuk melakukan pengarusutamaan gender kedalam seluruh proses pembangunan.
Pada kenyataan kualitas hidup perempuan dalam beberapa bidang masih tertinggal dibandingkan dengan laki – laki. Ketertinggalan perempuan tersebut salah satunya adalah dalam hal partisipasi dalam sektor publik (ekonomi dan ketenaga kerjaan).
Meskipun angka partisipasi sekolah (APS) penduduk terus mengalami peningkatan, tetapi APS perempuan terutama pada pendidikan tinggi lebih kecil dibandingkan laki – laki. Dalam bidang ketenagakerjaan, partisiasi perempuan dalam angkatan kerja masih sekitar separuh dari laki – laki.
Garis – garis Besar Haluan (GBHN), Propenas, UU No. 25 Tahun 2000, Inpres No. 9 tahun 2000 dan sebagainya, menyatakan bahwa pembangunan nasional harus berperspektif Gender, sebagai upaya konkret untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan Gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai hal tersebut adalah melalui pemberdayan perempuan guna meningkatkan kondisi dan posisi perempuan yang setara dengan laki – laki.
Gender merupakan konsep yang sangat berbeda dengan sex (jenis kelamin). Pembedaan laki – laki dan perempuan berdasarkan jenis kelamin hanya menunjuk pada perbedaan biologis semata. Perbedaan secara biologis ini tidak dapat memasukkan dinamika sosial budaya yang sangat bervariasi antar struktur sosial masyarakat. Konsep gender berusaha menjawab hal ini. Gender merupakan pembedaan laki – laki dan perempuan serta pola perilaku dan kegiatan yang menyertainya. Pengertian Gender ini memberikan ruang yang sangat dominan terhadap dinamika sosial budaya masyarakat ntuk turut mempengaruhi pembedaan peran laki – laki dan perempuan.
Perbedaan biologis antara laki – laki dan perempuan tidak dapat secara normal/alamiah terjadi. Tetapi karakteristikyang dimiliki, peran dan tanggung jawab yang dibebankan pada mereka bisa berbeda – beda dari suatu masyarakat, budaya, dan periode histori.
Peran Gender (Gender roles) merupakan aktivitas yang dibebankan kepada perempuan dan laki – laki atas perbedaan yang diterimanya. Selama ini, dala masyarakat peran, tugas, dan pembagian kerja laki – laki dan perempuan diterapkan secara ketat atas dasar karakterisrik Gender dan atribut – atributnya. Dan bukan atas dasar kemampuan dan keterampilannya.
Peran perempuan, dijabarkan sebagai peran produktif, reproduktif, pengembangan masyarakat, menunjukkan peran ganda perempuan. Sayangnya, peran tersebut tidak dinilai setara dengan peran yang dilakukan oleh laki – laki. Tidak diakui kontribusinya dan tidak diperhitungkan karena di anggap tidak menghasilkan pendapatan. Pada taraf tertentu tiadanya pengakuan yang setara tersebut menyebabkan ketidak adilan gender, baik dalam bentuk subordinasi, diskriminasi, marginalisasi, dan kekerasan.
Perbedaan – perbedaan gender ini tidak menjadi masalah selama tidak merugikan satu pihak. Akan tetapi seringkali perbedaan ini menimbulkan ketidak adilan gender, seperti: marginalisasi, subordinasi, steriotipe dan kekeraan, serta bias gender dalam program pembangunan. Contohnya adalah program Revolusi Hijau yang menyebabkan perempuan termarginalisasi, karena dengan penanaman padi varietas baru berumur pendek, banyak kegiatan yang bisa dilakukan perempuan digantikan dengan alat yang dioperasikan oleh laki – laki, misalnya panen (dulu dengan ani – ani sekarang dengan sabit). Akibatnya, perempuan kehilangan pekerjaan yang pada akhirnya kehilangan pendapat.
Secara umum pemberayaan perempuan didefinisikan sebagai upaya peningkatan kemampuan peempuan untuk memperoleh askes dan kontrol terhadap sumberdaya, ekonomi, politik, sosial dan budaya agar perempuan dan mengatur diri dan eningkatkan rasa percaya diri untuk berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan permasalahan sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep diri.
Selama ini cukup banyak konsep – konsep pemberdayaan perempuan yang diajukan, diantaranya adalah perempuan dalam pembangunan (Woment in Development), Gender dan Pembangunan (Gender and Development).
Dalam pembangunan Nasional perempuan disetarakan dengan laki – laki, terkhusus dalam hak – hak berekonomi. Dikarenakan tenaga kerja perempuan juga dibutuhkan dalam dunia ekonomi, seperti penjaga kasir pasar swalayan, penjaga taller bank, pabrik rokok, dan tempat lainnya.
Kerja dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kerja produktif dan kerja reproduktif.  Perempuan selama ini diidentikkan dengan kerja reproduktif, kerja reproduktif merupakan kerja yang berhubungan dengan kegiatan rumah tangga serta tidak menghasilkan pendapatan bagi keluarga. Pada masyarakat dengan basis pertanian, perempuan terlibat dalam kerja produktif seperti mengelola lahan dan ternak. Selain itu, perempuan memiliki tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan reproduktif seperti mengasuh anak, memasak, mencuci dan sebagainya. Hal ini bertolak belakang dengan laki – laki yang hanya melaksanakan kerja produktif dan tidak memiliki tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan reproduktif.
Pernetrasi kapitalis yang ditandai dengan munculnya industri serta transformasi pertanian yang merubah pertanian subsistensi atau semi-subsistensi menuju pertanian berorientasi bisnis telah menyebabkan perubahan dalam pola relasi gender. Kerja yang dilakukan oleh laki – laki dan perempuan direlokasi dari kebutuhan keluarga atau rumah tangga menjadi kebutuhan untuk pemenuhan pasar. Modal produksi kapitalis didasarkan pada tiga bentuk transformasi sosial ekonomi, yaitu :
1. Pemisahan antara produsen dari alat produksi dan subsistensi,
2. Munculnya formasi kelas sosial yang menguasai alat produksi, yang dikenal sebagai kelas kapitalis atau borjuis,
3. Komoditisasi tenaga kerja.
Komoditisasi tenaga kerja ini kemudian melahirkan adanya kelas pekerja atau proletar. Kelas ini dicirikan oleh ketidak adaan askes terhadap alat poduksi serta sehingga untuk bertahan hidup, kelas ini harus menjual tenaganya kepada kaum pemilik alat produksi. Kapitalisme menyebabkan tenaga kerja menjadi sebuah komoditas yang diperjual belikan seperti halnya dengan komoditas lainnya. Nilai tenaga kerja dicerminkan dari upah yang didapatkan.
Kondisi empiris yang terjadi di Indonesia sejauh ini menunjukkan terjadinya pola pembangunan dengan strategi pertumbuhan yang didasarkan kepada doktrin pertumbuhan “leading-sectors” telah membuat hancur banyak industri kecil. Mulai jaman Orde Baru sampai era reformasi, watak itu masih demikian kental membaluti proses pembangunan. Jika kita klasifikasikan, setidaknya ada tiga skema besar dalam pembangunan desa sejauh ini.
3. Peran Perempuan dalam Mensejahterakan Ekonomi
Perempuan  adalah sosok yang juga mempunyai peran penting dalam keluarga dan negara, terkhusus dalam perekonomian karena mayoritas perempuan yang berkeluarga sudah memposisikan dirinya menjadi manajemen keluarga.
Perjalanan sejarah peran wanita dalam membangun ekonomi sudah sejak lama dipertentangkan, sehingga banyak sekali tulisan dan tindakan yang menentangnya. Dan pada akhir – akhir ini muncullah soso – sosok yang memperjuangkan hak – hak wanita untuk berkecipung dalam dunia ekonomi walaupun sebatas perekonomian keluarga.
Perempuan mempunyai banyak jalan untuk membangun perekonomian di Indonesia dan mengatasi kemiskinan. Diantaranya adalah dengan tenaga kerja, industri, tani, berternak, dan lain – lainnya.
Dalam segala hal yang berhubungan dengan ekonomi, antara laki – laki dan perempuan mempunyai hak – hak masing – masing. Yang keduanya tetap dalam ranah kesetaraan dalam melangsungkan kegiatan ekonomi. Memang adakalanya antara keduanya terpisah, namun keterpisahan itu hanyalah kemakluman dikarenakan ada bagia laki – laki yang sulit untuk digantikan dengan perempuan.
Menurut Tambunan (1992), tenaga kerja wanita (TKW) adalah bagian dari penduduk yang secara ekonomis potensial untuk terjun kedalam pasar tenaga kerja dan bertindak sebagai angkatan kerja. Dengan demikian, tidak lagi dapat dibedakan atas dasar gender, ketika seseorang sudah berada dalam jajaran pasar tenaga kerja. Secara makro, maka setiap orang yang berada dalam jangkauan pasar tenaga kerja, baik pria maupun wanita, akan bersaing ketat untuk memperoleh pekerjaan. Persaingan ini dipandang wajar mengingat bahwa dalam jenjang pendidikan saat ini antara pria dan wanita mempunyai kesamaan hak dan kesempatan kerja juga menjadi semakin terbuka bagi wanita, maka partisipasi TKW terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1990, tingkat partisipsi angkatan kerja wanita baru 23,65%, sementara pada tahun 1985 menjadi 39,5% dan pada tahun 1987 angka itu membengkak menjadi 44,63%.  Proporsi angkatan kerja ini secara relatif semakin meningkat dari waktu ke waktu, seiring dengan kemajun dan permintaan pasar tehadap tenaga kerja seperti terlihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 1
Komposisi angkatan kerja Indonesia menurut gender (dalam %)
Gender 1988 1993 1998
Wanita
Laki – laki 37,4
62,6 38,8
61,2 40,2
59,8
Sumber: BPS, Proyeksi angkatan kerja 1988 – 2000
Atas dasar angka partisipasi yang terus meningkat tersebut, diperkirakan bahwa proporsi angkatan kerja juga akan meningkat dari 37,4% pada tahun 1988 menjadi 40,2 pada tahun 1998. Angka ini menunjukkan bahwa pada akhirnya angka – angka tersebut akan mendekati titik proporsional perbandingan perempuan dan laki laki sebesar 50,3 seperti yang ada saat ini. Hal ini memperkuat kesimpulan bahwa ada kecenderungan bagi wanita untuk berperan lebih besar dalam kegiatan pembangunan ekonomi.
Mengutip pada Meier bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu proses bertambahnya pendapatan riil masyarakat dalam jangja panjang (Pranowo, 1994:45).  Maka sebenarnyalah bahwa upaya – upaya untuk meningkatkan penghasilan masyarakat merupakan obsesi yang sangat kuat. Oleh karena itu, maka pembangunan ekonomi dijadikan titik pembangunan jangka panjang. Namun, pembangunan ekonomi bukanlah satu – satunya obsesi. Bidang – bidang lain, misalnya sosial, budaya, pendidikan dan politik akan pula digarap bersama agar tercpta keseimbangan.
Landasan hukum pembangunan ekonomi Indonesia adalah pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya. Berdasarkan pasal 33 UUD 1945 itulah maka GBHN menngariskan bahwa pembangunan ekonomi harus didasarkan pada demokrasi ekonomi. Artinya, masyarakat harus dilibatkan dalam kegiatan pembangunan ekonomi tersebut secara aktif. Masyarakat tidak hanya dipandang sebagai objek pembangunan, namun mereka juga diletakkan sebagai subjek. Ini artinya, pemerintah meletakkan manusia Indonesia dalam proporsi yang sebenarnya. Namun, secara oprasional dasar – dasar pembangunan ekonomi indonesa justru diletakkan oleh H. Samanhudi dengan sarekat dagang islam-nya pada permmulaan abad ke 20.  Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memberikan pengarahan, bimbingan dan berusaha untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dalam perkembbangan dunia usaha.
Masyarakat Indonesia sata ini sedang berada dalam proses perubahan. Perubahan yang terjadi saat ini adalah pergerakan dari sistem ekonomi agraris ke sistem ekonomi industry yang sepenuhnya berpedomn pada mekanisme pasar. Perubahan ini akan mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi, struktur dan jenis tenaga kerja yang diperlukan. Hal ini di kelak kemudian hari akan mengakibatan terjadinya pergeseran kebutuhan akan tenaga kerja professional baik dari kalangan laki – laki maupun perempuan.
Berkaitan dengan perubahan structural tersebut, maka lapangan kerja professional bagi perempuan juga ikur bertambah. Dari sini mulai terlihat peranan TKW dalam percaturan pembangunan ekonomi tersebut. Untuk dapat melihat peranan kerja TKW bisa dideteksi dai peranan mereka. Sebagai ilustrasi, ketika orientasi masyarakat Indonesia masih berkisar pada dunia agraris, maka pekerjaan – pekerjaan yang bisa dilaukan kaum perempuan lebih banyak berkaitan dengan kegiatan sektor agraris itu. Namun, ketika orientasi kegiatan ekonomi sudah beralih ke industri, maka banyak peluang – pelung karja professional yang bisa dimasuki oleh kaum perempuan, misalnya konsultan, sekretaris, public relation, dokter, ahli teknik, akuntan, ahli hukum, dan sebagainya. Pada periode belakangan ini terasa banyak pekerjaan – pekerjaan yang sangat cocok bila diisi dan dikerjankan oleh tangan perempuan. Pekerjaan – pekerjaan seperti ini yang disebut pekerjaan terakhir ini adalah pekerjaan – pekerjaan yang membutuhkan kelancaran komuniksi verbal, kecepatan manual, ketepatan pengerjaan, daya ingat yang lebih tajam, dan kehangatan yang bersifat mengasuh yang kesemuanya itu merupakan kelebihan dari perempuan dibandingkan dengan laki – laki (Erningsih, 1992:4).
Untuk melihat tingkat partisipasi kerja perempuan perlu kiranya dinyatakan secara eksplisit pengertian angkatan kerja itu. Definisi angkatan kerja yang akan digunakan di sini adalah pengertian angkatan kerja berdasarkan sensus penduduk 1980. Dalam hal ini dinyatakan bahwa angkatan kerja adalah mereka yang berusia 10 tahun ke atas dan tidak sedang sekoah. Sedangkan pengelompokan tenaga kerja wanita dibagi menjadi wanita yang termasuk angkatan kerja (economically active), yaitu wanita yang bekerja diluar pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dan wanita yang bukan merupakan angkatan kerja, yaitu mereka yang hanya terlibat dalam kegiatan rumah tangga.
Seandainya konsepsi angkatan kerja wanita itu meliputi pula kegiatan mengurus pekerjaan rumah tangga, akan dijumpai bahwa jumlah angkatan kerja wanita akan memiliki proporsi yang sama besar bahkan bisa lebih besar bila dibandingkan dengan tenaga kerja laki – laki. Untuk memberikan gambaran tingkat partisipasi angkatan tenaga kerja wanita, berikut ini ditampilkan tabel berkeaan dengan hal yang sudah disebutkan diatas.
Tabel 2
Penduduk berumur 10 tahun ke atas menurut jenis kegiatan di daerah pedesaan berdasarkan sensus penduduk 1980
(dalam jutaan jiwa)
Golongan Penduduk Jumlah Angkatan kerja Mengurus rumah tangga Jumlah seluruhnya
Perempuan (10 tahun ke atas)
Laki – laki (10 tahun ke atas)
Laki – laki dan perempuan (10 tahun keatas) 41,0

39,4

80,4 14,2 (34,6%)

11,8 (70,6%)

42,0 (52,3%) 16,5

0,5

17,0 30,7 (74,9%)

38,3 (71,6%)

59,0 (73,4%)
Sumber BPS, Penduduk Indonesia seri 9, no.1
Pada tahun akhir – akhir ini terjadi kecenderungan bahwa hamper separuh dari penduduk perempuan dalam kelompok usia kerja masuk dalam pasar kerja. Tidak diketahui dengan tepat. Berapa besar kontribusi tenaga kerja perempuan ini dalam kegiatan ekonomi, sebab data statistic yang tersedia sangat terbatas. Keadaan tersebut disebabkan antara lain oleh banyaknya tenaga kerja wanita yang bekerja di sektor informal atau sebagai pekerja keluarga yang tidak dibayar. Banyak pula mereka ini bekerja pada pekerjaan – pekerjaan paruh waktu (part time) atau sebagai pekerja musiman.
Jika kemudian dilihat pada tingkat partisipasi tenaga kerja di daerahedesaan, maka sangat boleh jadi penurunan tersebut disebabkan oleh adanya pergerakan penduduk (urbansiasi) dari desa ke kota. Hal ini disebabkan oleh makin berkurangnya kesemptan kerja yang ada di pedesaan karena semakin menyempitnya lahan pertanian. Mereka – mereka yang berurbansiasi ini diperkirakan memasuki sektor informal (sebagai buruh, pedangan kaki lima, pengecer/asongan, dan lain sebagainya), atau bekerja di pabrik – pabrik dan pembantu rumah tangga.
Berdasarkan sensus penduduk 1980, jumlah TKW (penduduk wanita usia 10 tahun ke atas) ada sebesar 53 juta orang, tetapi hanya 17,2 juta jiwa (32,4%) yang dinyatakan aktif dalam kegiatan ekonomi dalam arti kata mereka aktif bekerja dalam tujuan untuk memperoleh penghasilan, dari angka itu diperoleh pula keterangan bahwa dari sisa penduduk wanita usia kerja yang sbesar 35,8 juta jiwa itu yang 21,7 juta jiwa (41%) dinyatakan sebagai ibu rumah tangga.
Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa walaupun mengurus pekerjaan rumah tangga itu tidak menghasilkan sejumlah uang, namun kenyataannya pekerjaan itu memberi dukungan bagi anggota keluarga lain yang bertugas untuk mencari nafkah. Daya dukung ibu – ibu rumah tangga ini memang sangat diperlukan agar kepala keluarga dan anggota keluarga pencari nafkah lainnya itu bisa tenang dalam bekerja dan bisa berkonsentrasi penuh pada pekerjannya. Oleh karenanya, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga ini perlu didudukkan pada tempat yang wajar. Artinya, pekerjaan mengurus rumah tangga ini harus dipandang sebagai kegiatan ekonomi. Jika hal ini diterima, maka akan diperoleh kenyataan bahwa tingkat partisipasi tenaga kerja wanita jauh lebih besar dari angka 40% tersebut.
Peningkatan angka tingkat partisipasi angkatan kerja wanita tersebut jelas – jelas menunjukkan adanya partisipasi tenaga kerja wanita dalam proses pembangunan ekonomi nasional. Meskipun demikian, penurunan angka tingkat partisipasi tenaga kerja wanita yang terjadi pada tahun – tahun tertentu sebagaimana disebutkan dimuak dan terjadi pada kelompok umur tertentu dipandang sebagai under estimation belaka. Sebab, mereka ini memasuki bangku sekolah atau bermigrasi ke kota. Jika angka tingkat partisipasi angkatan kerja wanita ini dikalikan dengan jumlah penduduk wanita pada kalompok usia yang bersangkutan. Maka akan diperoleh jumlah tenaga kerja wanita yang bekerja (economically active).
Partisipasi tenaga kerja terhadap Produk Nasional Bruto (PDB) pada tahun 1980 dan 1985 terlihat relatif masih kecil. Hasil penghitungan BPS menunjukkan bahwa pada tahun 1980 sumbangan TKW pada PDB hanya sebesar 9,8% sumbangan ini meningat ada tahun 1985 menjadi 10,9% walaupun demikian bisa dinyatakan disini bahwa dalam kurun waktu lima tahun TKW telah memberikan sumbangan yang sangat berarti. Hal ini disebabkan oleh:
1. Meningkatnya kualitas TKW,
2. Meningatnya kebutuhan TKW, dalam arti terbuka lebih bayak kesempatan bekerja bagi TKW,
3. Karena didesak oleh kebutuhan keluarga yang pada gilirannya memaksa ibu – ibu rumah tangga memasuki dunia kerja komersial.   
Jadi berdasarkan data yang dijelaskan diatas menunjukkan bahwa dunia ekonomi tak bisa terlepas dari campur tangan perempuan. Walaupun hanya sebatas bekerja tanpa penghasilan di keluarga namun sangat berperan penting untuk mensejahterakan pembanunan ekonomi di Indonesia.

4. Peran Perempuan dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Sejak bermunculan usaha – usaha industri di wilayah pedesaan, maka sejak itulah peluang besar bagi perempuan – perepuan untuk ikut serta beraktifitas ekonomi semakin mudah. Jika ada yang menentang perlakuan perempuan yang dipekerjakan, jika ada perempuan yang kesulitan mengaskes pekerjaan karena berada diwilayah pedesaan maka sekarang tekhnologi  yang menunjang industri semakin berkembanglah alasannya untuk tetap memberi peluang kepada perempuan dalam bekerja tanpa menimbulkan pertentangan. Karena mau tidak mau ekonomi takkan bisa berkembang sempurna tanpa peranan para perempuan didalamnya.
Peningkatan Produktifitas Ekonomi Perempuan (PPEP) adalah program Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang sangat strategis dalam upaya peningkatan kualitas hidup dan pemenuhan hak ekonomi perempuan melalui penguatan produktivitas ekonomi perempuan dalam rangka mengurangi beban biaya kesehatan dan pendidikan keluarga miskin.
PPEP merupakan upaya mendesak guna mewujudkan pemenuhan Hak ekonomi perempuan. Dalam kondisi perekonomian Nasional yang belum kondusif, peran perempuan menjadi sangat penting dalam mendukung ekonomi keluarga. PPEP dimaksudkan untuk mendapatkan akses dan peluang pasar agar mampu bersaing dengan usaha – usaha lainnya. Pemenuhan hak ekonomi perempuan semakin dirasakan sebgaai salah satu kebutuhan dasar yang mampu mengantarkan kaum perempuan pada suatu tatanan perjuangan untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Dalam posisi kesejahteraan ekonomi yang layak, maka posisi tawar perempuan dalam keluargapun semakin meningkat.
Kebijaka atas upaya peningkatan produktifitas perempuan dan pengurangan beban keluarga miskin terhadap beban biaya pendidikan dan kesehatan dalam rangka otonomi daerah adalah melakukan fasilitas dan advokasi kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan suatu model desa/kelurahanyang mencerminkan upaya jaminan sosial ekonomi terhadap keluarga miskin.   Model “desa PRIMA” (Perempuan Indonesia Maju Mandiri) atau “Desa Mandiri” atau apapun namanya yang disesuaikan dengan kebutuhan masing – masing desa, yaitu suatu model yang melibatkan seluruh masyarakat untuk ikut membangun desa, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan sekaligus mengentaskan kemiskinan desa melalui subsdi silang antara masyarakat yang berekonomi baik kepada masyarakat yang berekonomi kurangbaik.
Kebijakan Peningkatan Produktifitas Ekonomi Perempuan (PPEP) telah diterbitkan tahun 2004 yang merupakan salah satu prioritas Kementrian Negara Pemberdayaan Prempuan pada saat itu dalam rangka meningkatkan kualitas hidup perempuan dalam bidang ekonomi. Kebijakan PPEP ini sangat diperlukan dan berperan untuk menyinergikanprogram – program yang ada pada sektor terkait dengan pemberdayaan perempuan dalam bidang ekonomi., agar upaya yang dilakukan dapat menjadi lebih efektif dan efisien, serta peran serta kelompok perempuan dalam pembangunan menjadi lebih nyata.
Pada tahun 2016 PPEP diaplikasikan dalam bentuk Industru Rumahan dimana KPPPA telah mengeluarkan Peraturan Mentri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 2 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Pembangunan Industri Rumahan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga melalui Pemberdayaan Perempuan.
Salah satu komponen usaha mikro dan kecil yang membutuhkan perhatian pemerintah adalah Industri Rumahan (IR) yang berada di sistem ekonomi rumah tangga yang banyak melibatkan kaum perempuan. Pemberdayaan perempuan di sektor terebut sangat relevan dengan rencana strategi Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), khususnya dalam konteks pengerusutan gender (PUG) dibidang ekonomi.
Industri Rumahan (IR) berpotensi besar dalam memperkuat ketahanan keluarga dari segala aspek, terutaa aspek perekonomian serta relasi anggota keluarga yang harmonis. Selain itu, IR mendorong mendorong kemandirian perempuan dalam bidang ekonomi yang juga berdampak pada pengambilan keputusan.
Pembangunan Industri Rumahan sudah diatur dalam peraturan Mentri Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak Republik Indonesia, Nomor 2 tahun 2016 tentang Pedoman Umum Pembangunan Industri rumahan untuk meningkatka kesejahteraan keluarga melalui Pemberdayaan Perempuan. Pada Pasal 2 dinyatakan dalam Pedoman Umum Pembangunan Industri Rumahan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Melalui Pemberdayaan Perempuan bertujuan untuk melaksanakan pembangunan industri rumahan bertransformasi menjadi usaha kecil dan dapat menjadi sumber penghasilan dan peningkatan pendapatan, ketahanan keluarga serta kehidupanberkelanjutan.

KESIMPULAN
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa sentuhan dari makhluk dan manusia lainnya. Hal ini menandakan bahwa dalam kehidupan manusia membutuhan bantuan dari manusia dan makhluk lain untuk melangsungkan hidup dengan nyaman, sebagaimana yang sering kita jumpai bersama tak jarang seseorang akan merasa hidupnya tidak nyaman dikarenakan taka da hubungan dengan orang lain, seperti oang tua membutuhkan anak, anak membutuhkan orang tua, memerlukan bantuan tetangga, masyarakat, alam, dan lain – lainnya. Jadi kesosialan masunia itulah yang menciptakan kerja sama antara laki laki dan perempuan utuk saling membantu dan bekerjasama tanpa saling menghalangi.
pemahaman gerak perempuan hanya sebatas mengurusi rumah tangga dan anak, ironisnya banyak kalangan pemudi bermalas malasan untuk melakukan hal – hal baru dikarenakan pola pandang masa depan yang seperti itu. Padahal jika kita pahami secara luas Islam tak hanya tentang itu dalam memahami perempuan, ada bannyak lagi kebebasan kepada perempuan untuk bergerak melakukan aktifitas – aktifitas dalam segala aspek.
Kebijakan publik sering diformulasikan dengan mengansumsi peran perempuan hanya sebagai ibu rumah tangga, sehingga mengurangi hak dan kesempatan perempuan dan akhirnya mengukuhkan bentuk – bentuk ketidak setaraan dan ketidak adilan gender disegala bidang pembangunan. Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan Gender, harus dilakukan pembaerdayaan perempuan guna peningkatan peran perempuan dalam proses pengambilan keputusan di semua tahapan pembangunan serta penguatan kelembagaan instansi pemerintah untuk melakukan pengarusutamaan gender kedalam seluruh proses pembangunan. Pada kenyataan kualitas hidup perempuan dalam beberapa bidang masih tertinggal dibandingkan dengan laki – laki. Ketertinggalan perempuan tersebut salah satunya adalah dalam hal partisipasi dalam sektor publik (ekonomi dan ketenaga kerjaan).
Perempuan mempunyai banyak jalan untuk membangun perekonomian di Indonesia dan mengatasi kemiskinan. Diantaranya adalah dengan tenaga kerja, industri, tani, berternak, dan lain – lainnya. Dalam segala hal yang berhubungan dengan ekonomi, antara laki – laki dan perempuan mempunyai hak – hak masing – masing. Yang keduanya tetap dalam ranah kesetaraan dalam melangsungkan kegiatan ekonomi. Memang adakalanya antara keduanya terpisah, namun keterpisahan itu hanyalah kemakluman dikarenakan ada bagia laki – laki yang sulit untuk digantikan dengan perempuan.
Peningkatan Produktifitas Ekonomi Perempuan (PPEP) adalah program Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang sangat strategis dalam upaya peningkatan kualitas hidup dan pemenuhan hak ekonomi perempuan melalui penguatan produktivitas ekonomi perempuan dalam rangka mengurangi beban biaya kesehatan dan pendidikan keluarga miskin.
PPEP merupakan upaya mendesak guna mewujudkan pemenuhan Hak ekonomi perempuan. Dalam kondisi perekonomian Nasional yang belum kondusif, peran perempuan menjadi sangat penting dalam mendukung ekonomi keluarga. PPEP dimaksudkan untuk mendapatkan akses dan peluang pasar agar mampu bersaing dengan usaha – usaha lainnya. Pemenuhan hak ekonomi perempuan semakin dirasakan sebgaai salah satu kebutuhan dasar yang mampu mengantarkan kaum perempuan pada suatu tatanan perjuangan untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Dalam posisi kesejahteraan ekonomi yang layak, maka posisi tawar perempuan dalam keluargapun semakin meningkat.

DAFTAR PUSTAKA
Ayatullah Khomeini, kedudukan Wanita, Jakarta: Pustaka Lentera.
Patriarki, dalam http://id.wikipedia.org/wiki/patriarki, (1 Juni 2017).
Laporan Independen NGO’s tentang implementasi konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) di Indonesia dalam kurun waktu 1998 – 2007
S.C. Utami Munandar, Wanita Karir Tantangan dan Peluang, Yogyakarta: Sunan KalijagaPress.
Peter salim dan Yeni Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: English Press.
Muhammad Thalib, Solusi Islam Terhadap Dilema Wanita Karier, Yogyakarta: Wihdah Press.
Muhammad Sobary, Menakar Harga Wanita,Wanita dalam Budaya Dominasi Simbolis dan Actual kaum Lelaki, Bandung: Mizan.
Mia Siti Aminah, “Muslimah Career”Mencapai Karir Tertinggi di Hadapan Allah, Keluarga dan Pekerjaan, Yogyakarta: Pustaka Gratama
Majalah Perkawinan dan Keluarga, Psikologi Keluarga
Jariyah dahlan, Wanita Karir , Jurnal IAIN Sunan Ampel Edisi XII, Surabaya.
Kedudukan wanita dalam Islam dijelaskan dalamsurat at – Taubah ayat 71:
M Quraish Sihab, Perempuan dan Aneka Aktifitas, Jakarta: lentera hati.
Sulaiman, ”Perempuan dalam Perspektif Sosial dan Keluarga: Kajian terhadap Novel Mutakhir Perempuan Indonesia”. Vol 24 No, 1 tahun 2011, 61.
Yusuf Qardhawi, dalam http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Fatawa/PerananWanita.html, (2 Juni 2017)
Yusuf Qardhawi, Fatwa – Fatwa Kontemporer Jus II, alih Bahasa As’ad Yasin, Jakarta: Gema Insani Press
Abd. Hamid Mursi, Sumber Daya Manusia Produktif, Pendekatan al-Quran dan Sains, Jakarta: Gema Insani Press.
Rus’an, Lintasan Sejarah Islamdi Zaman Rasulullah SAW, Semarang, Wicaksana.
Ahmad Azhar Basyir, Refleksi atas Persoalan Keislaman; Seputar filsafat, Hukum, Politik, dan Ekonomi, (Bandung: Mizan, 1993), 98. Lihat juga Al-buthy Said Ramadhan, Ahmad, Fiqhus sirah, dirasah manhajiah ‘ilmiah Li sirati’l Mustafa ‘Alaihi wasallam, Daru’l Fikr: Ttp.
Nailofar Kak Cik, Biodata Khadijah binti Khualid, dalam http://id.scribd.com/doc/148493935/BiodataKhadijah-binti-khuwalid, (2 Juni 2017)
Muslich tamam, pesona dua dan Ummul Mukminin, teladan terbaik Menjadi wanita sukses dan Mulia, Jakarta: Pustaka Al – Kautsar.
Nurhaeni Arief, Engkau Bidadari Para Penghuni Surga, Kisah teladan Wanita Saleha, Yogyakarta: Kafilah.
Pasaribu Vera A. R. “Peran Perempuan dalam Pembangunan nasional”. Medan.
Pranowo, “Tenaga kerja Wanita: Peranannya dalam Pembangunan Ekonomi”. Cakrawala Pendidikan.
Staf ahli bidang penanggulangan kemikinan kementrian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, “Kajian Peran Perempuan dalam Penanggulangan Kemiskinan Melalui Kegiatan Industri Rumahan”. Jakarta.








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kemeriahan Minggu Pagi di Taman Bungkul Surabaya

Al-Hakim, Mahkum Fiih, Mahkum 'Alaih