Al-Hakim, Mahkum Fiih, Mahkum 'Alaih
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia hidup di muka bumi ini dengan penuh perbedaan, baik daritempat tinggal, strata ekonomi, status sosial dan lain sebagainya. Tapi hal itu tak menjadi hambatan bagi manusia untuk menjalin keharmonisan dalam kehidupan sosial bermasyarakat walau sebenarnya tak jarang ada perselisihan yang sewaktu – waktu timbul diantara keduanya, sewaktu waktu memang akan terjadi yang namanya ketidak selarasan karena memang harus kita akui bhwa kebiasaan lingkungan akan sulit dilupakan, ini serupa dengan kehidupan yang menyatukan berbagai elemen masyarakat antar suku, bangsa dan sebagainya.
Pada masa jahiliyah banyak sekali praktek kehidupan yang dipandang tidak berperi kemanusiaan, dimana kehidupan para wanita sama sekali tak bermasa depan, bayi bayi perempuan akan dikubur hidup – hidup, dan seorang lelaki kuat akan menjadi penguasa disuatau daerah. Dan ini semua sedikit demi sedikit menjadi lebih baik semenjak Islam datang dan membumi.
Islam datang tidak hanya dengan perintah utuk mentaati tuhan, namun juga dengan aturan – aturan untuk manjaga dan berprilaku baik untuk semua makhluk Allah SAW. Dan inilah walas hidup yang beradap untuk mensejahteraan kehidupan ummat.
Dengan hukum – hukum, perintah serta larangannya akhirnya Islam mulai dikenal dan diterima oleh masyarakat. Atas nama bahwa hukum syara’ itu adalah kehendak Allah tentang tingkah laku manusia mkallaf, maka dapat dikatakan bahwa pembuat hukum itu adalah Allah SWT. Ketentuan-NYA itu terdapat dalam kumpulan wahyunya-NYAyang disubut Al-Quran. Dengan demikian ditetapkan ditetapkan bahwa Al-Quran itu sumber utama sebagai sumber hukum islam, sekaligus juga sebagai dalil utama fiqh. Al-Quran itu membimbing dan memberikan petunjuk untuk menemuan hukum – hukum yang terkandung dalam sbagian ayat – ayatnya.
Harus kita ketahui bahwa dalam kehidupan ini semua umat muslim selalu berhubungan dan tidak pernah terlepas dari hukum syar’i. jadi hukum syar’I adalah suatu hal yang sangat penting bagi manusia ubtuk diketahui agar taka ada yang keliru dalam segala aktifitasnya.
Selanjutnya kita akan diberikan penjelasan tentang dasar – dasar ushul fiqh agar dapat sedikit memahami tentang hukum – hukum syari’ah yang pasti bersentuhan dengan keseharian kita.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Al – Hakim
2. Mahkum Alaih
3. Mahkum Fih
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui secara jelas Al – Hakim dalam Ushul Fiq
2. Memahamkan Mahkum Alaih
3. Menjelaskan Mahkum Fih
BAB II
PEMBAHASAN
A. Al – Hakim
Al – Hakim adalah Sang Pembuat Hukum. Diantara masalah yang sangat penting yang harus dijelaskan dalam kajian Islam, ialah mengetahui siapa yang mengeluarkan hukum. Sebab pengetahuan al – Hakim adalah membawa Pengetahuan terhadap hukum dan hal – hal yang berkaitan dengannya. Yang dimaksut dengan hakim disini bukanlah pemegang kekuasaan (pemerintahan), tetapi al – Hakim adalah siapa yang berhak mengeluarkan hukum atas perbuatan manusia dan atas benda – benda.
Secara etimologi mempunyai dua pengertin :
وَاضِعُ اْلَاحْكَامُ ومُثَبّتُهَا وَمُنْثِئُهَا وَمُصَدّرُهَا
“Pembuat, yang menetapkan, yang memunculkan dan sumber hukum”
اَلّذِى يُدْرِكُ اْلاَحْكَامُ وَيُظْهِرُ هَا وَيُعَرّفُهَا وَيَكْشِفَ عَنْهَا
“Yang Menemukan, Menjelaskan, Memperkenalkan dan menyingkapkan hukum”
Pengertian hukum menurut ulama Ushul adalah fifman Allah yang berubungan dengan perbuatan seorang mukallaf, ini mengisyaratkan bahwa al – Hakim adalah Allah dan tidak ada syariat yang sah melainkan dari Allah, karena hukum menurut mereka adalah khitab (pernyataan) al syari’ (Allah) yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, baik itu tuntutan, pilihan ataupun hukum wadli (sebab, Syarat dan mani) . Al – Quran telah mengisyaratkan hal ini dengan firman Allah yang artinya "Katakalah (Muhammad), aku (berada) diatas keterangan yang nyata (Al – Quran) dari tuhanku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah kewenanganku (untuk menurunkan adzab) yang kamu tntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetepkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia Memberi keputusan yang terbaik.” (QS. Al – An’am : 57)
Dari sini sudah jelas pula, bahwa yang berwenang menetapkan dan membuat hukum adalah Allah SWT. Sedangkan yang memberi tahu hukum – hukum Allah adalah para Rasul – Rasulya. Beliau – beliau inilah yang menyampaikan hukum – hukum tuhan kepada umat manusia.
B. Mahkum Alaih
Para ulama Ushul Fiqh mengatakan bahwa usul fiqih mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mahkum alaih adalah sseorang yang dikenai khitab Allah Ta’ala, yang disebut dengan mukallaf secara etimologi, mukallaf berarti yang dibebani hukum. Dlam ushul fiqh istilah mukallaf sering disebut sebagai mahkum alaih (dalam subjek). Orang mukallaf adalah orang yang dianggap mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan perintah Allah maupun larangan-Nya. Apabila ia mengajarkan perintah Allah, maka ia mendapat resiko dosa dan Kewajibannya belumterpenuhi.
Mengenai sahnya memberi beban kepada mukallaf, dalam ini disyaratkan sebagai berikut :
Mukallaf dapat memahami dalil taklif, seperti jika ia memahami nash – nash undang – undang yang dibebankan dari al – Quran dan as – Sunnah dengan langsung atau dengan perantara. Karena orang yang tidak mampu memahami taklif, dia tidak dapat mengikuti apa yang dibebankan padanya, dan tujuannya tidak mengarah kesana. Sedangkan kemampuan memahami dalil itu hanya nyata dalam akal , dan dengan adanya nash – nash yang dibebankan kepada orang – orang yang punya akal itu dapat diterima pemahamannya oleh mereka. Karena akal itu adalah alat untuk memahami dan menjangkau.
Adapun orang – orang tidak mengerti Bahasa Arab dan tidak dapat memahami Dalil – dalil tuntutan Syara’ dari al – Quran dan as – Sunnah, maka jalan keluar untuk mengatasinya ditempuh melalui beberapa jalan, yaitu :
a. Menerjemahkan al – Quran dan as – Sunnah kedalam beberapa Bahasa, atau kedalam Bahasa mereka.
b. Menyeru orang yang tidak mengetahui Bahasa Arab untuk mempelajari Bahasa Arab agar dapat kita sampaikan al – Quran dan as – Sunnah.
c. Wajib kita mengadakan segolongan dari umat kita untuk mempelajari Bahasa asing dengan sempurna, guna menyampaikan al – Quran dan as – Sunah kepada orang asing itu.
C. Mahkum Fih
Para ulama Usul Fiqh mengatakan bahwa yang dimaksut dengan mahkum fih adalah objek hukum, yaitu perbuatan mukallaf yang berhubungan dengan hukum syar’i, yang bersifat tuntutan mengerjakannya, tuntutan meninggalkannya, memilih suatu pekerjaan, dan yang bersifat syarat sebab halangan atau batal.
Misalnya firman Allah :
يآاَيّهَا الّذِيْنَ اَمَنُوْ ابَا لْعُقُوْجِ
”hai orang – orang yang beriman, sempurnakanlah janjimu”
Dalam firman Allah tersebut yang dimaksudkan dengan mahkum fih adalah menyempurnakan janji sebab bertalian dengan ijab, maka hukumnya adalah wajib.
Syarat sahnya tuntunan dengan perbuatan disyaratkan dengan adanya tiga syarat :
1. Perbuatan itu benar – benar diketahui oleh mukallaf, sehingga dia benar – benar mengerjakan tuntutan itu sesuai yang diperintahkan.
2. Tuntutan itu keluar dari orang yang punya kuasa menuntut atau dari orang yang wajib diikuti hukum – hukumnya oleh mukallaf.
3. Perbuatan yang dituntut adalah perbuatan yang mungkin (bisa dilakukan)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al – Hakim adalah Sang Pembuat Hukum. Diantara masalah yang sangat penting yang harus dijelaskan dalam kajian Islam, ialah mengetahui siapa yang mengeluarkan hukum. Sebab pengetahuan al – Hakim adalah membawa Pengetahuan terhadap hukum dan hal – hal yang berkaitan dengannya. Yang dimaksut dengan hakim disini bukanlah pemegang kekuasaan (pemerintahan), tetapi al – Hakim adalah siapa yang berhak mengeluarkan hukum atas perbuatan manusia dan atas benda – benda.
Secara etimologi mempunyai dua pengertin :
“Pembuat, yang menetapkan, yang memunculkan dan sumber hukum”
“Yang Menemukan, Menjelaskan, Memperkenalkan dan menyingkapkan hukum”
Para ulama Ushul Fiqh mengatakan bahwa usul fiqih mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mahkum alaih adalah sseorang yang dikenai khitab Allah Ta’ala, yang disebut dengan mukallaf secara etimologi, mukallaf berarti yang dibebani hukum. Dlam ushul fiqh istilah mukallaf sering disebut sebagai mahkum alaih (dalam subjek). Orang mukallaf adalah orang yang dianggap mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan perintah Allah maupun larangan-Nya. Apabila ia mengajarkan perintah Allah, maka ia mendapat resiko dosa dan Kewajibannya belumterpenuhi.
Para ulama Usul Fiqh mengatakan bahwa yang dimaksut dengan mahkum fih adalah objek hukum, yaitu perbuatan mukallaf yang berhubungan dengan hukum syar’i, yang bersifat tuntutan mengerjakannya, tuntutan meninggalkannya, memilih suatu pekerjaan, dan yang bersifat syarat sebab halangan atau batal.
B. Saran
Demikian makalah yang kami rancang semoga dapat memberi penjelasan dan menjadi manfaat bagi semua kalangan. Apabila ada saran dan kritik harap segera dikonfirmasikan untuk menjadi motivasi dan pembangun semangat bagi kami.
Komentar
Posting Komentar